Sebagian besar dari kita pasti tidak asing dengan istilah Nasionalisme. Dikutip dari Wikipedia, Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah
negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia yang mempunyai tujuan atau cita-cita yang sama dalam mewujudkan kepentingan nasional, dan nasionalisme juga rasa ingin mempertahankan negaranya, baik dari internal maupun eksternal.
negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia yang mempunyai tujuan atau cita-cita yang sama dalam mewujudkan kepentingan nasional, dan nasionalisme juga rasa ingin mempertahankan negaranya, baik dari internal maupun eksternal.
Sebagai negara kesatuan, Indonesia memerlukan adanya paham Nasionalisme. Tapi, apakah Nasionalisme yang sekarang sudah ideal bagi bangsa Indonesia?
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar yang memiliki ratusan suku, bahasa, dan budaya, serta enam agama yang diakui seringkali dijadikan contoh oleh negara lain sebagai negara yang memiliki toleransi yang baik. Tetapi, apakah benar begitu?
Saya mengingatkan bahwa yang saya tulis di sini merupakan pemikiran saya pribadi yang subjektif. Nasionalisme Indonesia belum sempurna tentu saja. Banyak hal yang masih harus dibenahi, beberapa contohnya yang akan kita bahas.
Salah satunya adalah Fanatisme. Wikipedia mengatakan, Fanatisme adalah paham atau perilaku yang menunjukkan ketertarikan terhadap sesuatu secara berlebihan. Baik fatanisme ideologi, agama, etnis, dan lainnya. Setiap tahun seringkali muncul perdebatan mengenai apakah boleh mengucapkan selamat merayakan hari raya kepada teman-teman yang tidak seiman. Menurut saya itu hal yang subjektif. Jika ingin melakukan, ya lakukan saja. Kalau tidak, ya tidak masalah. Tidak perlu diributkan.
Tapi, apa orang yang tidak seiman saja yang dapat menimbulkan perdebatan? tentu tidak. Orang yang seiman pun masih dapat berdebat. Saya pernah membaca cerita yang ditulis oleh anonim di Quora. Ia bercerita bahwa dirinya mendapat nasihat yang lebih menjurus ke hujatan. Ia didiskriminasi karena menggunakan hijab tidak syar'i. Wah, kalau perbedaan kecil saja masyarakat banyak yang belum bisa menerima, perang saudara bukan hal yang tidak mungkin! begitu pikir saya.
Apalagi ada sekelompok orang yang ingin mengubah bentuk negara Indonesia menjadi Khilafah. Saya benar-benar tidak habis pikir. Apa Pancasila tidak cukup bagi mereka? Sudah sepatutnya kita mengamalkan nilai-nilai Pancasila, bukan malah mengganti Pancasila dengan ideologi baru.
Selain itu, pasti kamu pernah melihat komentar warganet Indonesia saat melihat sesuatu yang berhubungan dengan Indonesia di luar negeri. Istilah kerennya "overproud". Proud saja sudah cukup, karena sesuatu yang berlebihan tidak baik, bukan begitu? Secara tidak sadar, hal ini telah diajarkan dalam mata pelajaran PPKn sedak SD bahwa kita harus bangga dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan Indonesia. Dampak lain dari sikap Nasionalisme yang berlebihan adalah munculnya sikap Chauvinisme. Singkatnya Chauvinisme adalah rasa cinta tanah air yang berlebihan dan tidak menerima sudut pandang lain, bahkan sampai bisa menjelek-jelekkan bangsa lain.
Fanatisme, Overproud, dan Chauvinisme memang tidak banyak perbedaan, atau bahkan bisa disebut hampir mirip. Meskipun tidak semua orang Indonesia seperti itu, kita harus tetap waspada terhadap ancaman Nasionalisme negeri ini. Baik ancaman dalam negeri maupun luar negeri. Tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak orang Indonesia yang tetap menjaga toleransi dan tidak berlebihan dalam bersikap nasionalis. Beruntungnya, di lingkungan saya masyarakatnya cukup toleran. Mungkin ada satu-dua yang tidak, tapi secara keseluruhan masih cukup baik.
Intinya, Nasionalisme yang ideal adalah yang tidak berlebihan. Baik terhadap suku, budaya, agama, dan negara. Mari jadikan perbedaan sebagai pelengkap, bukan penghalang untuk membentuk Nasionalisme yang ideal bagi bangsa Indonesia. Karena Nasionalisme yang ideal masih lebih baik daripada fanatisme, overproud, dan Chauvinisme.
Terima kasih telah membaca.
Ciao!
0 komentar: